Donderdag 11 Julie 2013

“Dari Trotoar, Puncak Mahameru hingga Balai Desa”

Abah Axew (yang menggunakan celana training)

Tahun 2002 silam. Masih ingat saat itu saya masih menyandang predikat Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN SGD Bandung (sekarang UIN) yang gundah karena Mata Kuliah Bahasa Arabnya tidak lulus-lulus. Lari ke HMI Cabang Soreang, kuliah mulai tidak fokus. Sama-sama turun ke jalan, teman-teman turun ke jalan untuk berdemo, saya turun ke jalan untuk berjualan. Memang tidak nyambung, tapi itulah kenyataan karena saya harus mengganti kiriman uang dari kampung untuk biaya semester yang tidak saya bayarkan sampai harus pindah ke beberapa perguruan tinggi; AMIK Garut, UT UPBJJ Bandung terakhir menyelesaikan studi di STAIDA Muhammadiyah Garut (mohon jangan ditiru). Alhamdulillah sama dengan rekan-rekan Jamparing yang lain, lulus dengan biaya sendiri.
Masa itu mahasiswa jualan di kampus sudah biasa, mulai dari jualan batagor sampai jualan ‘surabi’ sudah dianggap biasa. Saya putuskan untuk turun ke Garut jualan buku, buku Filsafat Karl Mark sampai Imam Ghazali saya bawa. Di situlah, di trotoar SMUN 1 Garut (sekarang SMUN 11 Garut) saya dipertemukan dengan seorang pedagang pisang cokelat yang wajahnya mirip tionghoa. Dia menyapa “urang Banjarwangi lain?” saya jawab “leres, akang ti mana?” dengan nada lurus dia menjawab “paingan wajahna pasaran, sarua saya oge ti Banjarwangi. Di dieu weh ngampar na gigireun roda saya”. Jualan hanya berlangsung beberapa bulan, saya dan si wajah Cina itu berpisah dan sejak itu loss contact.
Tahun 2011 saya dan rekan-rekan yang lain merintis mendirikan JAMPARING, dipertemukan lagi dengan si wajah Cina itu. Ternyata dia sudah lebih dulu hobi olahraga petualangan. 2012 dia menyatakan bergabung ke Jamparing dan 2013 baru dilantik dengan julukan “ABAH” karena sudah lanjut usia dan menyandang NRP J 001 PERINTIS. Saat dipertemukan kembali, saya tercengang. Si Pedagang Pisang itu sudah sukses jadi pengusaha di Banjarwangi, dari roda dua, kendaraan pribadi, ‘kolbak’ sampai truk dia punya.
Suatu malam di kaki Gunung Guntur depan tenda sambil memandang ‘barakbakna lampu’ kota Garut saya bertanya “Bah kumaha lalakona tina dagang pisang jadi pengusaha hebat?”, beliau tersenyum lalu menjawab “caritana panjang, ti geus dagang pisang abah dagang bubur. Tuluy ka Bandung malah pernah jadi calo terminal” dari cerita panjang si Abah ada kutipan yang masih saya ingat “hidup ini mengalir seperti air, tetapi tidak berarti mengalir tanpa tujuan. Saat dihadang tanggul, air akan berhenti sejenak mengumpulkan kekuatan sampai akhirnya meluap melebihi tinggi tanggulan, air akan mencari celah untuk terus bergerak, progresif dan tidak pernah putus asa”.
Sosok ramah dan bersahaja itu memang tangguh dan inspiratif. Di usianya yang tidak lagi muda, masih mampu menapakkan kakinya di puncak abadi para dewa, puncak tertinggi pulau Jawa. Mahameru. Tempat shooting film “5 CM” yang terkenal dengan wedus gembelnya yang beracun dan mematikan, tempat Soe Hok Gie (Mahasiswa UI salahsatu pendiri MAPALA UI Tahun 1964) menghembuskan nafas terakhir. Meskipun tidak bersalju, tetapi dinginnya minus, di bawah 0 derajat. Abah ‘Axew Birkatun’ pulang dengan selamat dengan tetap rendah hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Sebuah pilihan hidup, akhirnya Abah Akew pun memutuskan untuk mengabdi pada rakyat dan negara. Abah Akew menerima permintaan masyarakat Desa Bojong Kecamatan Banjarwangi untuk mencalonkan diri menjadi Kepala Desa Bojong DAN AKHIRNYA BERLIAU TERPILIH MENJADI KEPALA DESA BOJONG pada PILKADES 1 JULI 2013.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking