Abah Axew (yang menggunakan celana training)
Tahun 2002 silam. Masih ingat saat itu saya masih menyandang predikat
Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN SGD
Bandung (sekarang UIN) yang gundah karena Mata Kuliah Bahasa Arabnya
tidak lulus-lulus. Lari ke HMI Cabang Soreang, kuliah mulai tidak fokus.
Sama-sama turun ke jalan, teman-teman turun ke jalan untuk berdemo,
saya turun ke jalan untuk berjualan. Memang tidak nyambung, tapi itulah
kenyataan karena saya harus mengganti kiriman uang dari kampung untuk
biaya semester yang tidak saya bayarkan sampai harus pindah ke beberapa
perguruan tinggi; AMIK Garut, UT UPBJJ Bandung terakhir menyelesaikan
studi di STAIDA Muhammadiyah Garut (mohon jangan ditiru). Alhamdulillah
sama dengan rekan-rekan Jamparing yang lain, lulus dengan biaya sendiri.
Masa itu mahasiswa jualan di kampus sudah biasa, mulai dari jualan
batagor sampai jualan ‘surabi’ sudah dianggap biasa. Saya putuskan
untuk turun ke Garut jualan buku, buku Filsafat Karl Mark sampai Imam
Ghazali saya bawa. Di situlah, di trotoar SMUN 1 Garut (sekarang SMUN 11
Garut) saya dipertemukan dengan seorang pedagang pisang cokelat yang
wajahnya mirip tionghoa. Dia menyapa “urang Banjarwangi lain?” saya
jawab “leres, akang ti mana?” dengan nada lurus dia menjawab “paingan
wajahna pasaran, sarua saya oge ti Banjarwangi. Di dieu weh ngampar na
gigireun roda saya”. Jualan hanya berlangsung beberapa bulan, saya dan
si wajah Cina itu berpisah dan sejak itu loss contact.
Tahun 2011
saya dan rekan-rekan yang lain merintis mendirikan JAMPARING,
dipertemukan lagi dengan si wajah Cina itu. Ternyata dia sudah lebih
dulu hobi olahraga petualangan. 2012 dia menyatakan bergabung ke
Jamparing dan 2013 baru dilantik dengan julukan “ABAH” karena sudah
lanjut usia dan menyandang NRP J 001 PERINTIS. Saat dipertemukan
kembali, saya tercengang. Si Pedagang Pisang itu sudah sukses jadi
pengusaha di Banjarwangi, dari roda dua, kendaraan pribadi, ‘kolbak’
sampai truk dia punya.
Suatu malam di kaki Gunung Guntur depan
tenda sambil memandang ‘barakbakna lampu’ kota Garut saya bertanya “Bah
kumaha lalakona tina dagang pisang jadi pengusaha hebat?”, beliau
tersenyum lalu menjawab “caritana panjang, ti geus dagang pisang abah
dagang bubur. Tuluy ka Bandung malah pernah jadi calo terminal” dari
cerita panjang si Abah ada kutipan yang masih saya ingat “hidup ini
mengalir seperti air, tetapi tidak berarti mengalir tanpa tujuan. Saat
dihadang tanggul, air akan berhenti sejenak mengumpulkan kekuatan sampai
akhirnya meluap melebihi tinggi tanggulan, air akan mencari celah untuk
terus bergerak, progresif dan tidak pernah putus asa”.
Sosok ramah
dan bersahaja itu memang tangguh dan inspiratif. Di usianya yang tidak
lagi muda, masih mampu menapakkan kakinya di puncak abadi para dewa,
puncak tertinggi pulau Jawa. Mahameru. Tempat shooting film “5 CM” yang
terkenal dengan wedus gembelnya yang beracun dan mematikan, tempat Soe
Hok Gie (Mahasiswa UI salahsatu pendiri MAPALA UI Tahun 1964)
menghembuskan nafas terakhir. Meskipun tidak bersalju, tetapi dinginnya
minus, di bawah 0 derajat. Abah ‘Axew Birkatun’ pulang dengan selamat
dengan tetap rendah hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Sebuah
pilihan hidup, akhirnya Abah Akew pun memutuskan untuk mengabdi pada
rakyat dan negara. Abah Akew menerima permintaan masyarakat Desa Bojong
Kecamatan Banjarwangi untuk mencalonkan diri menjadi Kepala Desa Bojong DAN AKHIRNYA BERLIAU TERPILIH MENJADI KEPALA DESA BOJONG pada PILKADES 1 JULI 2013.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking