Donderdag 11 Julie 2013

“Dari Trotoar, Puncak Mahameru hingga Balai Desa”

Abah Axew (yang menggunakan celana training)

Tahun 2002 silam. Masih ingat saat itu saya masih menyandang predikat Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN SGD Bandung (sekarang UIN) yang gundah karena Mata Kuliah Bahasa Arabnya tidak lulus-lulus. Lari ke HMI Cabang Soreang, kuliah mulai tidak fokus. Sama-sama turun ke jalan, teman-teman turun ke jalan untuk berdemo, saya turun ke jalan untuk berjualan. Memang tidak nyambung, tapi itulah kenyataan karena saya harus mengganti kiriman uang dari kampung untuk biaya semester yang tidak saya bayarkan sampai harus pindah ke beberapa perguruan tinggi; AMIK Garut, UT UPBJJ Bandung terakhir menyelesaikan studi di STAIDA Muhammadiyah Garut (mohon jangan ditiru). Alhamdulillah sama dengan rekan-rekan Jamparing yang lain, lulus dengan biaya sendiri.
Masa itu mahasiswa jualan di kampus sudah biasa, mulai dari jualan batagor sampai jualan ‘surabi’ sudah dianggap biasa. Saya putuskan untuk turun ke Garut jualan buku, buku Filsafat Karl Mark sampai Imam Ghazali saya bawa. Di situlah, di trotoar SMUN 1 Garut (sekarang SMUN 11 Garut) saya dipertemukan dengan seorang pedagang pisang cokelat yang wajahnya mirip tionghoa. Dia menyapa “urang Banjarwangi lain?” saya jawab “leres, akang ti mana?” dengan nada lurus dia menjawab “paingan wajahna pasaran, sarua saya oge ti Banjarwangi. Di dieu weh ngampar na gigireun roda saya”. Jualan hanya berlangsung beberapa bulan, saya dan si wajah Cina itu berpisah dan sejak itu loss contact.
Tahun 2011 saya dan rekan-rekan yang lain merintis mendirikan JAMPARING, dipertemukan lagi dengan si wajah Cina itu. Ternyata dia sudah lebih dulu hobi olahraga petualangan. 2012 dia menyatakan bergabung ke Jamparing dan 2013 baru dilantik dengan julukan “ABAH” karena sudah lanjut usia dan menyandang NRP J 001 PERINTIS. Saat dipertemukan kembali, saya tercengang. Si Pedagang Pisang itu sudah sukses jadi pengusaha di Banjarwangi, dari roda dua, kendaraan pribadi, ‘kolbak’ sampai truk dia punya.
Suatu malam di kaki Gunung Guntur depan tenda sambil memandang ‘barakbakna lampu’ kota Garut saya bertanya “Bah kumaha lalakona tina dagang pisang jadi pengusaha hebat?”, beliau tersenyum lalu menjawab “caritana panjang, ti geus dagang pisang abah dagang bubur. Tuluy ka Bandung malah pernah jadi calo terminal” dari cerita panjang si Abah ada kutipan yang masih saya ingat “hidup ini mengalir seperti air, tetapi tidak berarti mengalir tanpa tujuan. Saat dihadang tanggul, air akan berhenti sejenak mengumpulkan kekuatan sampai akhirnya meluap melebihi tinggi tanggulan, air akan mencari celah untuk terus bergerak, progresif dan tidak pernah putus asa”.
Sosok ramah dan bersahaja itu memang tangguh dan inspiratif. Di usianya yang tidak lagi muda, masih mampu menapakkan kakinya di puncak abadi para dewa, puncak tertinggi pulau Jawa. Mahameru. Tempat shooting film “5 CM” yang terkenal dengan wedus gembelnya yang beracun dan mematikan, tempat Soe Hok Gie (Mahasiswa UI salahsatu pendiri MAPALA UI Tahun 1964) menghembuskan nafas terakhir. Meskipun tidak bersalju, tetapi dinginnya minus, di bawah 0 derajat. Abah ‘Axew Birkatun’ pulang dengan selamat dengan tetap rendah hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Sebuah pilihan hidup, akhirnya Abah Akew pun memutuskan untuk mengabdi pada rakyat dan negara. Abah Akew menerima permintaan masyarakat Desa Bojong Kecamatan Banjarwangi untuk mencalonkan diri menjadi Kepala Desa Bojong DAN AKHIRNYA BERLIAU TERPILIH MENJADI KEPALA DESA BOJONG pada PILKADES 1 JULI 2013.

SPIRIT OF LIFE



JT 102 (ASEP ARDIANSYAH siswa Diklatsar Angkatan ke-1 "Batu Rimba") yang menjadi Komandan Siswa pada DIKLATSAR Angkatan ke-2 dan resmi didaulat menjadi DANLAT untuk DIKLATSAR Angkatan ke-3 Tahun 2014 pada temu akrab (4 Juli 2013) JAMPARING bersama Abah Akew Birkatun (J 001 PERINTIS) yang sukses memenangkan PILKADES BOJONG pada tanggal 1 Juli lalu.

Pukul 03.00 dini hari di malam terakhir DIKLATSAR Angkatan ke-1 Tahun 2012 dia (JT 102) terkapar di tengah lapang setelah berendam di sungai, tubuhnya menggigil, merintih sambil memegang dada. Tak mau ambil resiko, Panitia mengevakuasi JT 102 dan temannya JT 101 (SAMIADIN) lalu membawanya ke dekat api unggun yang membara, asapnya terus mengalun menembus gelapnya malam.

Utun Charles yang didaulat menjadi DANLAT 2 kali berturut-turut mengambil keputusan darurat, "Ini harus segera dilaksanakan upacara pelantikan !!!", Satu Komando, tak ada yang berani menolak, Ketua Umum sekalipun. Akhirnya, jam 5 pagi ketika mentari belum menampakkan sinarnya. Seluruh Panitia dan Pelatih berbaris rapi di sebelah barat medan latihan Lapang Panyairan. Siswa Diklatsar yang hanya tersisa 2 orang (JT 101 dan JT 102) kelihatan sangat kecewa dan menyesal karena Pelatih Zacky Anshori memberi kejutan, siswa dinyatakan tidak ada yang lulus pendidikan dan pendidikan harus diulang dari awal. suasana makin hening.

Beberapa saat kemudian, J 001 PENDIRI sebagai Ketua Jamparing memberikan kesempatan terakhir kepada para siswa untuk mengenakan pakaian yang menggunakan atribut siswa. Sesaat setelah siswa membalikkan badan, Ketua dan Sekretaris Jamparing sudah berdiri di hadapan mereka dan menyematkan slayer orange. Semua berpelukan tak kuasa menahan derasnya air mata yang menetes. Saat itu pula, JT 102 "jagjag waringkas" seperti tak pernah merasakan sakit.

J 202 (ROPI ULYANINGSIH) sosok siswa yang bertubuh gempal dengan behl hijaunya itu dari awal sudah membuat Panitia geram, karena sikapnya yang manja dan lelet. Detik-detik terakhir di medan latihan Lapang Panyairan, Pelatih Atep terpaksa menyuruh siswa mandi di kubangan air tempat mandi kerbau karena saat ditanya nama angkatan, J 202 mengatakan angkatan AIR LIMBAH. Beberapa saat, dia acungkan tangan dan berkata "Kang, Ijin ke sungai. Ada sesuatu yang masuk celana saya", Pelatihpun mengijinkan. Tidak lama kemudian, dia kembali namun gelisah dan "acrig-arcigan". Saya tanya "Kamu kenapa?", sambil menyeringai dia jawab "aya nu utek-utekan kang", lalu saya perintahkan "cuci celana dan bersihkan di gubuk, ayo cepat!". Didampingi Pelatih Ai, Ira dan Sami dia cuci celana lalu diganti dengan sarung. Dikasih pula air hangat dan bedak sarisil oleh Panitia. Namun diam-diam rupanya pelatih Ira memberi dia CTM, tujuannya seeh baik, supaya gatal yang dirasakan J 202 itu hilang.

Setelah memanjatkan puji syukur pada Yang Kuasa dan berdo'a untuk kesehatan J 201 yang dipimpin oleh Kang Dulah (Ridwanuloh, S.Ag) Perjalanan pulangpun dimulai. Seperempat perjalanan, ketika beristirahat di sebuah mesjid J 202 tampak tidur di atas ransel, setelah dibangunkan perjalananpun dilanjutkan kembali. Buset, di tengah perjalanan saat itu Panitia yang tersisa hanya saya, Arta dan Atuk Tebe. J 202 sudah tidak bisa lagi diajak kompromi, dia tidur di atas tumpukan pasir (keusik) di pinggir jalan. sempat jadi perhatian warga. Setelah mencoba minta batuan, tidak lama kemudian Pelatih Rahman datang menjemput menggunakan sepeda motor. J 202 digandeng naik motor, namun ia masih saja "ngulahek" tidur. Saya heran juga kesal, ini siswa kok ngantuknya kaya yang kesurupan. Atuk dan Artha tak kuasa menahan tawa.

Singkat cerita, J 202 sampai di Puskesmas. Saat ditanya Dokter, ia lupa namanya sendiri. Ia hanya ingat bahwa ja J 202. tak tanggung2, dalam tidurnya ia "ngalindur" minta diantar ke alun-alun untuk ikut upacara pelantikan, tak heran jika perawat (Bidan Elis dan Awat) "cengar-cengir".

Setelah dokter merekomendasikan untuk dibawa pulang, karena J 202 hanya mengalami ngantuk berat saja. J 202 diantar ke sekretariat, namun tetap saja "kukuduprukan, teu kaop manggih keur nyarande" dia pasti "kerek". gelo.

Di sekretariat sudah ada J 201 yang lebih dulu ditangani, karena fisiknya lemah akibat lelah yang hebat. sesaat sebelum semua Panitia dan Pelatih mengunjungi rumah Abah Akew, dilaksanakan prosesi pelantikan di dalam ruangan. J 201 kelihatan menangis sambil tersenyum. aneh. entah apa yang dia rasakan., J 202 masih saja "celer". Namun tidak disangka, sesaat kemudian setelah slayer orange melingkar di leher J 201 seolah-olah mendapatkan obat doping, kekuatannya seperti bertambah. Begitupun dengan J 202 yang tidak bisa membuka matanya, dia bisa berjalan sendiri dengan normal menuju jamban.

Spirit of life...
Harapan yang bisa membuat tubuh kita menjadi lebih kuat.

"Cerita lucu yang mengharukan dari “AIR LEMBAH” JAMPARING"



Pendidikan dan Latihan Dasar JAMPARING Tahun 2013 yang diikuti oleh empat orang siswa (sebutan untuk peserta diklat) yang dilaksanakan selama lima hari mulai tanggal 30 Juni – 4 Juli 2013 lalu menyimpan cerita seru, haru dan kadang menggelikan.

J 201 (DENA SUCIANTI) yang punya riwayat medis alergi rumput dan dingin ini di malam ke-3 tubuhnya drop, menggigil begitu hebat sampai akhirnya harus dievakuasi dari medan latihan dan mendapat perawatan Panitia, tetapi beberapa saat kemudian dia (J 201) meminta panitia untuk mengantarkan dirinya kembali ke tim dan mengikuti materi pendidikan, beberapa saat kemudian panitia berteriak minta bantuan karena J 201 kembali “tumbang”. Tubuhnya lemas, namun setelah beberapa saat dia berdiri lagi dan siap menuju bivak untuk survival.
Malam itu mereka diisolasi di bivak dengan dibekali bahan makanan seadanya, dan paginya mereka dijemput untuk mengikuti rangkaian pendidikan selanjutnya. Namun pada sore hari sekitar jam 5 sore, terdengar kabar dari medan latihan orientasi medan bahwa J 201 kembali pingsan. Dia terpaksa harus digendong ke barak karena tidak sadarkan diri, sekitar jam 8 malam dia baru sadar dan tidur dibalut Sleeping bag panitia.
Padi di hari terakhir, dia kembali tersungkur jatuh ke tanah tak sadarkan diri. Jam 8 pagi baru siuman, dan harus pulang dengan menggunakan tandu. Di perjalanan di atas tandu lagi-lagi pingsan, panitia kebingungan. Akhirnya rombongan istirahat di sebuah masjid lalu J 201 mendapat penanganan warga hingga akhirnya dia sadar dan tersenyum kembali. Sigap, Avon dan Irfan Ocheng sebagai panitia membawa J 201 ke Puskesmas untuk segera mendapat penanganan medis. Sampai akhirnya tidak berselang 1 jam dia mampu bangkit dan dilakukan prosesi pelantikan bersama siswa J 202 di dalam ruangan secretariat JAMPARING diiringi lagu syukur oleh senior-senio JAMPARING yang membuat air mata tidak terasa menetes.

J 202 (ROFI ULYANINGSING) siswa paling manja yang membuat semua panitia dan pelatih berang ini terpaksa harus menggendong tangan kirinya karena tidak mengindahkan instruksi pelatih. Tangannya terkilir, Pelatih Agus Kusdinar memberikan pertolongan sampai J 202 teriak meronta-ronta seperti anak PAUD yang kesakitan.
Di hari terakhir, pagi itu pelatih Atep memerintahkan dia “guyang"di air, dia (J 202) ijin untuk ke air karena gatal-gatal. Karena terus “ngarengkik” seperti anak PAUD, Panitia akhirnya memberikan dia obat gatal yang punya epek samping ngantuk.
Longmarch pulang pun dimulai, sampai di masjid saat merawat J 201, dia (J 202) tidur nyender ke carrier. Matanya sudah mulai kelihatan merah, mungkin ngantuk berat. Di tengah perjalanan, dia tidak mampu berdiri tertidur pulas, saat dibangunkan dia (J202) sempoyongan seperti orang mabuk yang kehilangan kesadaran, lucu juga melihatnya. Sampai-sampai pelatih Atuk Tebe tertawa sambil berkata “Aduh ieu budak nepika teu mampu ngalawan tunduh”. Rahman (Omen) yang juga anggota Jamparing yang bekerja di Puskesmas menjemput dengan motor Mega Pronya, panitia kembali kebingungan, sudah di atas motor pun, J 202 tetap saja ngorok. Akhirnya didempet oleh Atuk Tebe dan sampai dengan selamat di Puskesmas.
Di ruang perawatan, terdengar Dokter beberapa kali bertanya pada J 202, “neng, saha nami?”, dia jawab “J 202” haha, edun,,, setengah sadar setengah tidur dia lupa dengan namanya sendiri. Yang dia ingat hanya nomor siswa di dadanya. Entah jengkel atau apa, dokterpun keluar meninggalkan ruan perawatan. Seorang perawat (bidan) minta panitia untuk membangunkan J 202, dia pun bangun (lulungu), sekarang giliran perawat yang dibuat tertawa, dalam kondisinya yang masih setengah tidur dia minta perawat untuk ikut upacara.

Tetaplah Tabah, Tangguh dan Mandiri !!!

Sondag 19 Mei 2013

AL-QUR'AN BERCERITA TENTANG ALAM

 
Kami mencintai alam karena kami beriman kepada sang yang menciptakan alam, yang kami lakukan bukan tanpa dasar dan tanpa hukum, kami berangkat sesuai apa yg tertera dalam Al-Quran.
inilah pedoman kami dalam mencintai lingkungan
QS. Al Mulk Ayat 15
QS. Al Mursalaat Ayat 27
QS. Ar Rum Ayat 41-42Q.S. Al A’raf ayat 56-58
QS. Al Baqarah Ayat 164
QS. Sad Ayat 27-28
QS. Yunus Ayat 101

apakah kalian akan mendustakan Al-Qur'an tentang menjaga dan melestarikan alam....???

IKRAR JAMPARING


1.   Taqwa dan Mengabdi Kepada Tuhan Yang Maha Esa
2.   Mengabdi pada Bangsa dan Tanah Air
3.   Berusaha menolong, menghormati dan menghargai sesama manusia
4.   Menjunjung tinggi nama baik JAMPARING
5.   Memelihara alam dan lingkungan beserta isinya

Saterdag 18 Mei 2013

SEPENGGAL KISAH SANG PENEMPUH RIMBA


Puncak Cikurai Garut 2818 mdpl



Hari itu Sabtu, 16 Juni 2012 menjelang siang. Tiba-tiba kuingin mendaki Gunung tertinggi di Kabupaten Garut dengan ketinggian 2.818 meter di atas permukaan laut (mdpl), sebut saja Cikurai. Konon katanya gunung yang berdiri kokoh ini disebut sebagai “negeri di atas awas”, sehingga banyak pendaki yang tertarik.
Untuk memenuhi hasratku itu, ku ajak 4 orang teman sepekerjaan yang belum pernah naik gunung dan seorang yang pernah ke sana. Awalnya mereka tak percaya dan hanya menanggapi dengan lelucon. Tapi setelah kuyakinkan, akhirnya mereka siap. Sekitar jam 12 kami pulang menuju rumah masing2 untuk mengemasi perlengkapan dan perbekalan. Kami sepakat untuk berkumpul jam 13 di satu tempat.
Setelah semua berkumpul, cek perlengkapan & perbekalan seadanya ditambah ‘tenda pramuka’ dan sebuah gitar kami berangkat menggunakan Elf sampai Mesjid Agung Cikajang. Setiba di sana, kami kumpulkan uang untuk membeli 2 bu...ngkus bahan bakar padat (karena tidk tahu teman saya nyebutnya marapin) seharga Rp. 30.000,- Dan lagi-lagi menggelikan, saya baru sadar rupanya ada yang salah kostum; ada yang pakai kemeja alisan, sandal kulit seperti mau kondangan dengan tas shaun the ship dan ada juga yang pakai sepatu pentopel. Di sini gelak tawa kami sudah dimulai..
Karen kterbatasan dana yang kami miliki, saat itu pukul 3 sore kami memutuskan untuk berjalan kaki sampai ke batas hutan. Tiba di sebuah Masjid di kampung terakhir (Kp. Olan) jam 16.30, kami tunaikan dulu sholat Asar di sana. Setelah dirasa cukup beristirahat, perjalananpun dilanjutkan. Tiba di batas hutan sudah hampir Magrib, hari sudah mulai gelap. Kamipun berhenti di sana, mengambil persediaan air, shalat sekalian ngisi perut. Setelah semua menarik napas karena menatap gelapnya rimba yang akan dilalui.
Dengan mengucap Bismillah, akhirnya kami 6 orang bergerak dalam gelap malam menyusuri rimba belantara dengan satu buah lampu senter yang sudah redup dan satu senter HP dengan tubuh kami diikat seutas tali harness sepanjang 5 m. Singkat cerita, kami tiba di puncak jam 22.30. BANGGA dan TERHARU saat berada di tanah tertinggi Garut.
Setiba di puncak, dengan hati lega, mulut kami mengucap syukur “Alhamdulillah”, dan kami teriak sekencang-kencangnya “Assalamu’alaikum” tetapi teriakan kami tidak ada yang nyahut, pendaki yang telah berada di puncak asyik saja di dalam tenda masing2.
Saya dan 5 orang teman bergegas menghampiri pos, tetapi di dalam pos itu sudah terisi rombongan pendaki. Akhirnya kami pasang matras di pinggir pos untuk menghindari hembusan angin yang kencang, kami nyalakan paraffin untuk menyeduh kopi hitam dan mie instan.. susahnya minta ampun, sampai2 jari terasa sakit hanya untuk menyalakan pemantik api (gasoline) karena dingin yang cukup hebat.. akhirnya setelah terus dicoba dan api menyala juga dan airpun mendidih, kami pun menikmati mie instan dan kopi hitam yang terasa cepat sekali dingin.

Malam kian larut, rasa kantukpun mulai hinggap di pelupuk mata. Kami sempat kebingungan, bagaimana caranya mendirikan tend
...a pramuka??? Tak ada tali, tak ada tiang.. akhirnya tenda itu kami jadikan alas tidur dan sebagiannya lagi dijadikan selimut..
Hampir menjelang pagi, kami dibangunkan oleh sorot lampu senter ka wajah kami dari rombongan pendaki yang baru datang lewat jalur Cilawu. Mungkin kami dianggap orang aneh karena beda dari kelompok pendaki lain yang tidur enak di dalam tenda dome yang mahal, sedangkan kami tergeletak di atas tanah beratapkan langit.

Ku lihat awan jingga di sebelah timur, dengan penuh semangat saya bangun dan mengambil kamera. Lalu berfoto ria di antara di atas hamparan awan putih dan mentari pagi yang seolah2 terbit dari bawah kaki. Ku lihat Gunung Ciremai dan Gunung Slamet Jawa Tengah tinggi menjulang di sebelah timur, sebelah utara hamparan kota Garut yang sungguh indah, sebelah selatan terlihat jelas Garut selatan dengan batas pantainya. Pagi itu pun kami sempat memainkan gitar sambil menikmati hangatnya kopi hitam, bersama kretek dalam sinar mentari pagi yang menghangatkan badan.

Sekitar jam 9 pagi, setelah sarapan pagi kami mengemasi seluruh barang2 (packing) untuk turun melewati jalur yang kami lewati semalam. Sekitar lima belas menit dari puncak, kami menemukan jalan cagak, kami mengambil jalur kanan. Sepanjang jalan bertanya-tanya, “naha euy teu manggih nu datar, da peuting mah aya nu datar. Pasti nyasab ieumah” sambill terus menyusuri jalan setapak. Setelah hampir 2 jam, kami mulai keluar hutan dan menemukan kebun yang luas terhampar. Ternyata kami salah jalan, kami turun lewat jalur Bayongbong
.

Setelah kami sadar bahwa kami telah salah jalur, kami mencoba bertanya kepada petani "Punten Mang, ari ieu daerah naon? ka Olan caket teu Mang?", petani menjawab "Ieumah Perkebunan Waspada jang!, tebih atuh ka Olan mah ngalangkungan lima bukit, caket ka Bayongbong tah kapayun jalan ngalangkungan pabrik".
Sambil terus menuruni bukit perkebunan kopi, sambil berbisik "mang ukeun kopi" sesekali kami memetik buahnya yang sudah merah sekedar untuk menghilangkan haus, kami berdiskusi. Karena diperkirakan jika lewat Bayongbong, sisa uang tidak akan cukup maka kami memutuskann untuk jalan kaki menuju alun2 Cikajang.
Sekitar jam 12 siang, kami beristirahat di kebun kentang..sambil duduk istirahat dengan wajah tanpa dosa, tangan kami terus bergerak masuk ke dalam tanah mencari kentang. Tidak terasa, veldfles (kempis) dan saku celana PDL sudah terisi penuh dengan kentang, kami pun melanjutkan perjalanan. Tiba di saluran air kecil (solokan), kami berhenti untuk memasak kentang-kentang itu. Dengan modal sisa parafin dan garam, kami memasaknya.
Saat kami sedang asyik beristirahat sambil menunggu "kulub kentang" matang, lewat seorang pa tani yang membawa rumput. Dia berhenti dan bertanya "nuju naraon jang, marulih ti mana?", kami menjawab "nuju ngulub kentang mang, eta pamasihan tadi ti palih tonggoh" (terpaksa kami berbohong), "cing mang punten manawi kagungan pahpir? kaleresan bako na mah aya weuteuh mung kaleresan kamari hilap meser pahpir' tanya saya pada pa tani itu, "oh aya jang, mangga weh candak sadayana da seueur keneh pahpirmah".
Kami tertawa riang, karena dapat kembalil menghisap roko meskipun hanya sisa tembakau. Tak lama kemudian, kentangpun matang. setelah dirasa cukup istirahat sambil menghabiskan kulub kentang dan menikmati asap tembakau, kami berjalan melanjutkan perjalanan menyusuri bukit. Setelah masuk ke wilayah yang dapat dilalui kendaraan, kami "megat kolbak" dan Alhamdulillah meskipun hanya sampai di persimpangan jalan cukup meringankan beban perjalanan kami.
Setelah turun dari mobil bak itu, kami kembali berjalan "longmarch" jalan raya, di bawah terik matahari yang menyengat.. sesekali kami beristirahat di pinggir jalan sambil berharap ada kendaraan yang mau membawa kami sampai Cigedug, Namun harapan kami sirna karena tak ada satupun kendaraan yang mau berhenti saat kami stop.
Setelah berjam-jam berjalan melintasi bukit dan jalan raya, sampailah kami di Kecamatan Cigedug, "Alhamdulillah geus deukeut euy" gumam teman saya, yang padahal masih cukup panjang jika harus ditempuh dengan jalan kaki. Hampir semua dari kami sudah tidak "jejeg leumpang" karena kaki pada lecet, maklum ada yang tidak biasa memakai sepatu tentara (PDL) yang keras dan terasa menggigit. Ada satu teman yang sudah menyerah, sepatu PDL nya di buka, lalu digantung di carrier teman yg lain. kami berhenti di sebuah warung, untuk membeli Teh Eco, saat akan melanjutkan perjalanan, tiba2 kami sadar ternyata teman yang hampir nangis dan sepatunya dibuka itu tidak ada, kami menyangka mungkin dia sudah jalan duluan. kamipun terus berjalan, tetapi sampai di alun2 kami tidak juga bertemu teman saya itu.
Sekitar jam 4 sore, kami tiba di alun-alun Cikajang. Saat kami sedang "jajan bajigur" di depan mesjid agung Cikajang, kelihatan dia sedang "baeud", kami teriak "kadieu bajigur ngeunah", dia jawab "mangga, sok weh. abdi ti payun nya teu kiat" sambil beranjak menunggu angkot. Setelah cukup istirahat, kami menunggu Elf di pinggir jalan seberang Mie Baso "ANWAR". Kaki lecet, badan bau, hidung megar, perut lapar sudah tidak kami hiraukan.
Tidak lama kemudian, lewat Elf Singajaya. kami tidak mau masuk ke dalam, kami naik ke atas "ngangin dina luhur mobil"...

RAPIHKAN BARISAN

"Ikuti Perintah Saya" demikian kata yang terlontar dari pelatih, maka tak ada siswa yang berani membantah.